Jumat, 06 Juli 2012

Diabetes Melitus dan Ulkus Diabetikum

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Diabetes adalah penyakitseumur hidupditandai denganpeningkatan kadarguladalamdarah. Diabetes adalah penyebabutama yangmenyebabkankebutaandan penyakitginjaldi seluruh dunia.Diabetes mellitusadalah penyakitkronis yang disebabkan olehketurunanatau diperolehkarena kekuranganproduksi insulinoleh pankreas, atau oleh tidakefektifnyainsulinyang dihasilkan (Riaz, 2009).
Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pngidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang  dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6%, kecuali di dua tempay yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3% dan di Manado 6% (Suyono, 2009).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Dep.Kes.RI).
Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia.Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun farmakologis.Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya sepertiga saja yang menjalani pengobatan dengan baik.Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal.Kontrol glikemik yang optimal sangatlah penting, namun demikian di Indonesia sendiri target pencapaian kontrol glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih di atas target yang diinginkan yaitu 7% (Soewondo, 2011).
Tingginya prevalensi DM di Indonesia, dan perkiraan adanya peningkatan di tahun-tahun mendatang menyebabkan perlunya antisipasi dan tidakan segera dalam penatalaksanaan DM. Penatalaksanaan DM meliputi dua pendekatan, yaitu pendekatan tanpa obat dan pendekatan dengan obat. Pendekatan tanpa obat dilakukan dengan cara pengaturan pola makanan dan latihan jasmani, sedangkan pendekatan dengan obat dilakukan manakala pendekatan tanpa obat saja kurang efektif (Kusumadewi, 2009).

B.     Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis dan dokter mengenai penyakit diabetes melitus sehingga dengan mengetahui lebih dini, maka untuk penegakan diagnosis dalam perjalanan penyakitnya bisa terdiagnosa secara cepat dan tepat serta mendapatkan penanganan yang lebih baik, efektif dan efisien dan mencegah komplikasi lebih lanjut.








BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama                           : Tn. H
Umur                           : 52 tahun
Jenis Kelamin              : Laki – laki
Agama                         : Islam
Status perkawinan       : Menikah
Alamat                                    : Baki, Sukoharjo
No RM                        : 190610
Masuk Rumah Sakit    : 5 Mei 2012
Jam                              : 14.34 WIB
Tanggal pemeriksaan   : 9 Mei 2012
ANAMNESA
Autoanamnesa
Keluhan Utama :
Luka pada kaki kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang : 
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 5 Mei 2012 jam 14.34 WIB dengan keluhan luka pada kaki kiri 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien merasa jimpe-jimpe di kaki dan tangannya, lalu pasien menghangatkan kakinya di atas jerami panas, dan timbul luka. Dirasa luka makin meluas dan pasien merasa pusing terutama saat memulai beraktifitas, maka pasien berobat ke IGD RSUD Sukoharjo. Hari pemeriksaan (9 Mei 2012) pasien mengeluh pusing cenut-cenut, dan jimpe di kaki dan tanggannya, pasien juga mengeluh banyak makan, banyak minum dan sering kencing. BAB normal, mual (-),  muntah (-). Pasien merupakan penderita DM sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak teratur berobat.


Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat stroke disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat mondok di RS (-).
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat stroke disangkal.
Riwayat diabetes disangkal.
Riwayat Lingkungan Sosial :
- Pasien adalah seorang suami.
- Pasien tinggal bersama istrinya dan anaknya.
- Pasien sudah tidak bekerja.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis :
Keadaan umum              : cukup (lemas), kesadaran compos mentis.
Vital Sign                       : TD = 120/70 mmHg, Suhu = 35,8ºC, Nadi = 100x/menit, Respirasi = 24x/menit.
Mata                               : Kornea mata kiri terdapat sikatrik, conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif.
Leher                              : pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena jugularis tidak ada.
Thorax                            : Inspeksi      à dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
                                        Palpasi         à cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)
Perkusi         à cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi    à cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)
Abdomen                       : Inspeksi      à sikatrik (-), dinding perut sama tinggi dari  dinding dada
                                        Auskultasi   à peristaltik (+) Normal
                                        Palpasi         à nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)  turgor elastisitas kulit normal
                                       Perkusi         à timpani di keempat kuadran,  nyeri ketok kostovertebral (-)
Extremitas                      : tidak ditemukan oedema, terdapat ulkus diabetikum pedis sinistra.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 Mei 2012 :
Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L, SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012:
WBC   19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B
Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115 x/menit

DIAGNOSIS
Diabetes Melitus dengan ulkus diabetikum kaki kiri.




TERAPI
Infus RL 20 tpm
Cefotaxim 1gr/12 jam
Antalgin 1gr/12 jam
Ranitidin 1gr/12 jam
Insulin 10-10-10
Medikasi kaki

FOLLOW UP
Tanggal 6 Mei 2012
S:Keluhan(-), pusing(-), mual (-), muntah(-), lemas(-), BAB (+), BAK (+)
O: TD: 110/60 mmHg T:37,60C
N: 100x/menit Rr: 24x/menit
Kep: CA-/- SI -/-
Tho:    Inspeksi               à dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
 Palpasi               à cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)
Perkusi               à cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi          à cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
GDS: 226 mg/dl
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefotaxim igr/12 jam
Antalgin 1gr/12 jam
Ranitidine 1gr/12 jam
Sohobion 2x1 tab
Insulin 10-10-1

Tanggal 7 Mei 2012
S: jimpe-jimpe (+), pusing (-), BAB (+) BAK (+)
O: TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C
GDS: 281 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho: Kep: CA-/- SI -/-
Tho:    Inspeksi               à dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
 Palpasi               à cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)
Perkusi               à cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi          à cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Metronidazole 500mg/12 jam
Insulin 14-14-12


Tanggal 8 Mei 2012
S: Jimpe-jimpe (+),pusing (-), BAB (+) BAK (+)
O: TD: 110/60 mmHg, N: 83 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 380C
GDS: 240 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho Kep: CA-/- SI -/-
Tho:    Inspeksi               à dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
 Palpasi               à cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)
Perkusi               à cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi          à cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Metronidazole 500mg/12 jam
Insulin 16-16-14




Tanggal 9 Mei 2012
S: Jimpe-jimpe (+),pusing (+), BAB (+) BAK (+)
O: TD: 120/70 mmHg, N: 108 x/mnt, Rr: 24 x/mnt, T: 35,80C
GDS: 290 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho: Kep: CA-/- SI -/-
Tho:    Inspeksi               à dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
 Palpasi               à cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)
Perkusi               à cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi          à cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Insulin 18-18-16

Tanggal 10 Mei 2012
S: Jimpe-jimpe (+),pusing (-), mual muntah (-), BAB(+),BAK(+)
O: TD: 130/70 mmHg, N: 84 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C
GDS: 200 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho: Kep: CA-/- SI -/-
Tho:    Inspeksi               à dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
 Palpasi               à cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)
Perkusi               à cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi          à cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin 1A/12j
Ranitidin1gr/12 j
Metronidazole 500mg/12 jam
Pamol KP
Insulin 14-14-12

Saat kasus dibuat pasien masih rawat inap.







BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2009).
B.     Etiologi
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun (Purnamasari, 2009).
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas.Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik (Purnamasari, 2009).
Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen.Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,80-90% penderita mengalami obesitas.Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan (Purnamasari, 2009).
Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), obat-obatan, racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (Purnamasari, 2009).
C.     Gejala Klinis
Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita) (Purnamasari, 2009).
D.    Patofisiologi
Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis.Pada saat tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi criteria diagnosis diabetes mellitus. Otot adalah pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot.Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa decade sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang normogenik.Selain genetic, factor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin.Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.Seiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata.Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati secara berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah pada saat puasa. Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut dengan fenomena glukotoksisitas (Soegondo, 2009).
E.     Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar glukosuria.Guna menentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soewondo, 2011).
Kecurigaan DM perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik:
-          Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
-          Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1.      Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2.      Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.
3.      Tes toleransi glukosa oral (TTGO).
(Soewondo, 2011)
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini.








Tabel 1. Kriteria Diagnostik DM
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
(Sumber: Soewondo, 2011)

F.      Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi  nutrisi medic, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila terdapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dalam langkah-langkah non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan penggunaan perlu terapi medika mentosa atau intervensi farmakologi di samping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai (Soegondo, 2009).
Macam-macam obat antihiperglikemik oral:
a.       Golongan insulin sensitizing
1.      Biguanid
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar),  menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Muchid, et.al., 2005).
2.      Glitazone
Glitazone (Thiazolidinedines), merupakan agonist peroxisome proliferator-activated reseptor gama (PPARa) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPARa terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adipose, otot, skelet dan hati. Glitazone merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposity, dan kerja insulin.Sama seperti metformin, glitazone tidak menstimulasi produksi insulin lebi besar daripada metformin.Mengingat pentingnya dalam metabolism glukosa dan lipid, glitazone dapat meningkatkan efisiensi dan respons sel beta pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas dan lipotoksisitas (Soegondo, 2009).
b.      Golongan sekretatorik insulin.
1.      Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar  pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pancreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas.ang saat ini beredar  adalah obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida,  glikazida, glimepirida, dan glikuidon (Munchid, et.al., 2005)
2.      Glinid
Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonylurea, perbedaannya denga SUR adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek.Mengingat lama kerjanya yang pendek, maka glinid digunakan sebagai obat prandial (Soegondo, 2009).
c.       Penghambat alfa glukosidase
Acarbose hamper tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolism di dalam saluran pencernaan.Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (Soegondo, 2009).
d.      Golongan incretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon like peptide-I (GLP-I) kedua hormone ini dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin (Soegondo, 2009).

G.    Komplikasi
Komplikasi kronik akibat DM akan meningkatkan angka kematian dan kesakitan; dapat dibagi menjadi 2 yaitu komplikasi vaskular dan non vaskular. Komplikasi vaskular dibagi menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.Komplikasi makrovaskular adalah penyakit jantung koroner, cerebrovascular disease, gangguan pembuluh darah perifer.Komplikasi mikrovaskular adalah retinopati, neuropati, nefropati.Komplikasi non vaskular misalnya : gangguan fungsi seksual, gastroparesis, dan gangguan pada kulit. Peningkatan risiko terjadinya komplikasi ini berhubungan dengan hiperglikemi jangka lama; biasanya terjadi pada dekade kedua setelah melalui masa asimtomatik (Singgih, et.al., 2003).



BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosa diabetes melitus. Penegakan diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.
Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan  kaki kiri terdapat luka. Jimpe-jimpe di telapak tangan, BAB normal BAK normal, pusing (-), riwayat penyakit diabetes mellitus (+) sejak 5 tahun, pasien tidak rutin berobat.
Dari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain : ulkus pedis sinistra.
Hasil pemeriksaan Laboratorium 5 Mei 2012 Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L, SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012 : WBC     19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B. Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115x/menit
Terapi yang diberikan pada pasien berupa :
1.      Infus RL ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalan pemberian terapi obat-obat parenteral.
2.      Injeksi cefotaxim 1 gr/12jam
Cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan secara parenteral. Intramuscular diberikan sebasar 500 mg atau 1 gram, IV sebesar 500 mg, 1 g, dan 2 g.
3.      Ranitidin 1 ampul/12 jam
Pada pasien ini diberikan obat golongan antihistamin, antagonis reseptor H2 sebab obat ini bekerja dengan cara memblok efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung sehingga dapat mengurangi keluhan perut dan mencegah stress ulcer pada pasien ini.
4.      Cefazolin 1 ampul/12 jam
Antibiotik golongan cephalosporin, diindikasikan untuk infeksi gram positif atau gram negative.
5.      Metronidazole 500 mg/12 jam
Antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid.Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat.Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.
6.      Antalgin 1 ampul/8 jam
Merupakan obat antiinflamasi non steroid, digunakan untuk mengatasi nyeri.
7.      Sohobion 2X1 tab
Vitamin B1, B6, B12. Digunakan untuk defisiensi vit B1, B6, B12, neuritis perifer, dan neuralgia.
8.      Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a.       Penurunan berat badan yang cepat.
b.      Hiperglikemia yang berat yang disertai ketosis
c.       Ketoasidosis diabetic.
d.      Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
e.       Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
f.       Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.
g.      Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).
h.      Kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestational yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
i.        Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
j.        Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
BAB V
KESIMPULAN

     Telah dilaporkan pasien laki – laki usia 52 tahun dengan keluhan luka pada kaki kiri kurang lebih 1 minggu yang lalu.
     Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan cukup. Ekstremitas terdapat ulkus pedis sinistra.
Hasil pemeriksaan Laboratorium 5 Mei 2012 Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L, SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl.  Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012 : WBC    19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B. Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115 x/menit
    Terapi pada pasien ini bersifat simtomatis dengan mengurangi gejala klinis. Pada pasien ini telah dilakukan penanganan terapi simtomatikyang maksimal, dan dalam evaluasinya pasien memberikan perkembangan yang baik.














DAFTAR PUSTAKA

Dep.Kes.RI. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal 8 Mei 2012.http://m.depkes.go.id/index.php.
Kusumadewi, S. 2009. Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus Secara Terpadu.Dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009).Yogyakarta.
Muchid, A., Umar,, F., Ginting, M.N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R., et.al., 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.Jakarta: Direktorat Bina Rarmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Kesehatan Departemen Kesehatan.
Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1880-4.
Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi, Mansjoer, A. 2006.Paduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riaz, S. 2009. Diabetes Mellitus.Department of Microbiology and Molecular Genetics. Pakistan: Punjab University.
Singgih, B., Jim, E., Pandelaki, K. 2003. Pola Komplikasi Kronik Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Manado.Cermin Dunia Kedokteran no. 140.
Soegondo, S. 2009. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitu Tipe 2.Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1884-91.
Soewondo, P. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Suharjo, J.B., Cahyono, B., 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik.Dexa Media vol. 20 no. 3
Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1877-84.
Waspadji, S., 2009. Komplikasi Klonik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1922-30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar