BAB
I
PENDAHULUAN
Penyakit
Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab
utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk
Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab
kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi.
Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi
pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka
ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia
dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi)
merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar
26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan
oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang
yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai
peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis,
imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait (Muchid, dkk., 2006).
Penyakit
jantung koroner terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat
insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses
degeneratif, di samping banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia
harapan hidup manusia Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi
suatu penyakit yang penting; apalagi sering menyebabkan kematian
mendadak (Santoso dan Setiawan, 2005).
Sindrom
Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK)
yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan angka
perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat
Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang
progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan
secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut.
Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan
pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya
robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi,
trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa
angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction /
NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction STEMI. SKA merupakan suatu
keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan
tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia
miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat
di ICCU
dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia (Muchid, dkk., 2006).
Gangguan irama jantung (disritmia atau aritmia) tidak
hanya terbatas pada denyut jantung yang tidak teratur, tetapi juga termasuk
kecepatan denyut jantung yang abnormal dan gangguan konduksi. Sinus takikardi adalah sinus yang
kecepatannya lebih dari 100 kali per menit (Trisnohadi, 2009). Takikardi supraventrikel timbul dari
atrium atau sambungan atrioventrikel. Kompleks QRS normal kecuali bila terdapat
pula cabang serabut. Fibrilasi atrium (Atrial Fibrilation/AF) pada umumnya
merupakan penyakit pada manula, mengenai 0,2% pria berusia 47-56 tahun dan 3%
pria berusia 77-86 tahun (Penelitian Farmingham, 1949) (Rubenstein, et.al.,
2007).
BAB
II
LAPORAN
KASUS
IDENTITAS
Nama :
Tn. SSD
Umur :
60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Alamat :
Puthuk Duren 1/-, Alasombo, Weru, Sukoharjo
No
RM :
191443
Masuk Rumah Sakit : 27 Mei 2012
Jam :
08:50 WIB
Tanggal pemeriksaan : 31 Mei 2012
ANAMNESA
Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Sesak nafas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 27 Mei 2012 jam 08:50 WIB
dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Pasien adalah pasien rujukan
dari Puskesmas Weru, dan sudah dirawat inap 1 hari (sejak tanggal 26 Mei 2012).
Nyeri dada (+),ampeg (+), berdebar-debar(+), keringat dingin(+), pusing(-),
mual(+), muntah(-), perut mbeseseg (+), hal ini dirasakan setelah mencangkul di
sawah. BAB(+), BAK(+).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat alergi obat/makanan disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat
Lingkungan Sosial :
-
Pasien adalah seorang suami.
- Pasien sudah 1 tahun tidak bekerja.
- Pasien tinggal bersama istrinya.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis :
Keadaan
umum lemas, kesadaran compos
mentis.
Vital Sign :
TD = 150/100 mmHg, Suhu
= 36ºC, Nadi = 110x/menit, Respirasi = 28x/menit.
Mata :
conjunctiva
anemis tidak didapatkan,
sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif.
Leher : pembesaran kelenjar
getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena jugularis tidak ada.
Thorax : Inspeksi
à
dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi à
cor : iktus cordis di SIC V
linea midclavicularis sinistra pulmo : fremitus (+),
simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi
à
cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra, batas jantung bawah SIC
V linea midclavicularis sinistra pulmo
: sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi
à
cor : suara jantung S1-S2 tunggal erista, kesan takikardi, pulmo
: suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Abdomen : Inspeksi à
sikatrik (-), dinding perut lebih rendah
dari dinding
dada
Auskultasi à
eristaltic (+)
Palpasi à
nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-) turgor
elastisitas kulit normal
Perkusi à
timpani di keempat kuadran, nyeri ketok kostovertebral (-)
Extremitas : tidak ditemukan
oedema.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambar 1. EKG tanggal 27 Mei 2012
Hasil EKG: HR; 135x/menit Supraventrikel takikardi,
ischemik inferior, Clockwise rotation.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Mei 2012:
Kolesterol 152,10 mg/dl; Glukosa 59,15 mg/dl; HDL 44,45 mg/dl; LDL 96,68
mg/dl; Trigliserid 54,87 mg/dl; Asam urat 7,27 mg/dl.
Elektrolit: Na 130, K 3,5, Cl 97
DIAGNOSIS
Supraventrikel takikardi
Hipertensi stage I
Iskemik heart Disease
TERAPI
Infus RL 15 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp/8 jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 X 75 mg
Digoxin 2 x 1
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
FOLLOW-UP
Tanggal 28 Mei 2012 – 30 Mei 2012
TD: 110/70
N: 72x/menit
Rr: 2x/menit
S: 36,30C
S/ sesek(+), nyeri dada(+), pusing(-), mual(+), muntah(-), perut senep(+), gelisah(+).
O/ KU: CM, lemas
Kep: CA(-/-), SI (-/-)
Tho: BJ 1-2 ireg, SDV (+/+)
Abd: Supel, Peristaltik (+),
nyeri tekan (+)
Ext: Akral hangat, oedema (-)
Gambar 2. EKG tanggal 28 Mei 2012
Hasil EKG tanggal 28 Mei 2012: SVT, Ischemic high lateral, clockwise
rotation.
A/ SVT, dd Unstable
Angina Pectoris (UAP)/ Non ST Elevasi Miokard Infarc (NSTEMI), HT
Stage I.
P/Rawat ICU
O2 3 lt/menit
Diet jantung
Infus RL 15 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Digoxin extra ½ Amp
Inj. Ranitidine 1 Amp/8 jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 X 75 mg
Digoxin 2 x 0,25 mg
Tanggal 31 Mei
2012
TD: 120/80
S: 360C
S/ sesek nafas berkurang, pusing(-), mual(+), muntah (-), makan(+) sedikt,
lemes(+).
O/ KU: CM, lemah
Kep: CA(-/-), SI (-/-)
Tho: BJ 1-2 reg, SDV (+/+)
Rh(+/+)
Abd: Peristaltik (+), nyeri
tekan (+)
Ext: Akral hangat, oedema(-)
Gambar 3. EKG tanggal 31 Mei 2012
Hasil EKG tanggal 31 Mei 2012: Atrial fibrilasi rapid ventricular respon
(AFRVR), Ventricle extrasistole (VES) jarang, ischemic inferior.
A/ dd UAP/NSTEMI
SVT
Ventricle extrasistole (VES)
HT stage I
Atrial fibrilasi rapid
ventricular respon (AFRVR)
P/Diet jantung
02 3 Lt/menit
Infus RL 12 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp /24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp /8jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Digoxin 2 x 0,25 mg
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
Tanggal 01 Juni
2012
TD: 110/70
S: 360C
S/ sesek nafas berkurang, batuk(+), dahak(+), pusing(-), mual(+), muntah
(-), makan(+) sedikt, lemes(+).
O/ KU: CM, lemah
Kep: CA(-/-), SI (-/-)
Tho: BJ 1-2 reg, SDV (+/+)
Rh(+/+)
Abd: Peristaltik (+), nyeri
tekan (+)
Ext: Akral hangat, oedema(-)
Gambar 4. EKG tanggal 1 Juni 2012.
Hasil EKG tanggal 1 Juni 2012: AFRVR, VES, Ischemic inferior dan
anterolateral.
A/ dd UAP/NSTEMI
SVT
VES
HT
AFRVR
P/
O2 intermiten
Infus RL 12 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp /8jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Digoxin 2 x 1
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
Latihan duduk (Mobilisasi)
Tanggal 02 Juni
2012
S/ sesek(+), mual(+), muntah(-)
Jam 04.00 keluarga mengatakan pasien tiba-tiba sesak nafas, telp. Dokter
IGD(+). Jam 04.10 Apneu. RJP(+). Pupil midriasis maksimal. Arteri karotis,
nadi, TD tak teraba. Jam 04.15 pasien dinyatakan meninggal dihadapan petugas
dan keluarga.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
- Sindrom Koroner Akut
1.
Definisi
Sindrom
koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinis berupa rasa tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard (Rani, dkk., 2006).
2.
Etiologi
Penyebab utama PJK
adalah aterosklerosis yang
merupakan proses multifaktor. Kelainan ini sudah mulai terjadi
pada usia muda, yang diawali terbentuknya
sel busa, kemudian pada usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak
perlemakan dan
pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat
berkembang menjadi plak aterosklerotik
yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan
trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun angina
(nyeri dada) (Nawawi, et.al., 2006).
3.
Klasifikasi
a.
Unstable
Angina Pectoris (UAP)
Unstable angina memiliki spektrum presentasi klinis disebut secara kolektif
sebagai sindrom koroner akut, mulai dari segmen ST elevasi miokard infark (STEMI)
atau non-ST-segmen elevasi miokard infark (NSTEMI).
Unstable angina dianggap sindrom koroner akut dimana tidak ada pelepasan dari enzim dan biomarker nekrosis miokard (Tan, 2011).
Unstable
angina pectoris disebabkam primer
oleh kontraksi otot poles pembuluh koroner sehingga mengakibatkan iskemia
miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan
tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain
dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi trobosit.
penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun
pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh
koroner ialah variant (prinzmental)
(Djohan, 2004).
Penatalaksanaan,
pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner,
pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; pemberian
morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun
sudah mendapat nitrogliserin. Terapi medikamentosa: obat anti iskemia (Nitrat,
penyekat beta, antagonis kalsium), obat anti agregasi trombosit (Aspirin,
triklopidin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein Iib/IIIa), obat antitrombin
(Unfractionated heparin, Low molecular weight heparin) (Trisnohadi, 2009).
b.
Non ST Elevasi
Miokard Infark (NSTEMI)
Angina
pektoris tak stabil (Unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa
elevasi ST (non ST elevation myocardial infaction = NSTEMI) diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran
klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti
adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung (Harun dan Alwi,
2009).
Penatalaksanaannya
dengan agen anti iskemik (β-blocker, Nitrat, Calcium chanel blocker),
antiplatelet (Aspirin, clopidogrel, Glikoprotein Iib/IIIa receptor inhibitor),
antikoagulan (unfractionated heparin, bivalirudin), revaskularisasi coroner
(bedah arteri coroner) (Hamm, et.al., 2011).
c.
ST Elevasi
Miokard Infark (STEMI)
Infark miokard
akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST
(Alwi, 2009).
4.
Diagnosis
a.
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina)
berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan prekordial. Nyeri seperti
ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan
dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung /
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan
istirahat atau obat nitrat, atau tidak.
Nyeri divetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan
lemas (Rani, et.al., 2006).
b.
Elektrokardiogram
1.
Angina pektoris tak
stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang
elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri,
tidak dijumpai gelombang Q
2.
Non ST elevasi
miokard infark: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
3.
ST elevasi miokard
infark: hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T.
(Rani, et.al., 2006)
c. Petanda Biokimia
Menurut
American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA
ialah terdapat peningkatan nilai
enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T dengan
gejala dan adanya perubahan EKG
yang diduga iskemia. Kriteria World Health Organization
(WHO) diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain
dengan: 2 dari 3 kriteria yang
harus dipenuhi, yaitu riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang
berkepanjangan (lebih dari 30 menit),
perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung (Nawawi., et.al., 2006).
5.
Patofisiologi
Patogenesis
terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik
pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang vulnerable
mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab
utama SKA yang dipicu
oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi
plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques)
dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder
region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel
limfosit T dan lain-lain. Tebalnya plak yang
dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh
koroner pada pemeriksaan
angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil.
Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plakaterosklerosis bukan
ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability)
plak. Erosi,
fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan
zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor)
ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin,
membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat
menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi
akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relative kecil akan menyebabkan
angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian
jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi
sementara yang berlangsung antara 10–20 menit. Bila oklusi menyebabkan
kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang
cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis)
maka akan
timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten
dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak
dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami
nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang
terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard
terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis
miokard transmural (Muchid, et.al.,
2006).
6.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum :
a. Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya
tertekan, khawatir terutama untuk melakukan aktivitas.
b. Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis
dengan keadaan sekarang.
c. Pengendalian faktor risiko.
d. Pencegahan sekunder.
Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di
pem-buluh darah lain, yang akan berlangsung terus, obat pen-cegahan diberikan
untuk menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin dengan
dosis 375 mg, 160 mg, 80mg.
e. Penunjang
yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia
yang lebih berat sampai infark miokardium. Misalnya diberi O2.
Mengatasi
Iskemia
Medikamentosa:
a. Nitrat,
dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal, oral,transdermal dan
ada yang di buat lepas lambat
b. Berbagai
jenis penyekat beta untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat
seperti pindolol dan pro-panolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan
nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol.
c. Antagonis
kalsium
Revaskularisasi:
a.
Pemakaian trombolitik
b. Prosedur
invasif non operatif, yaitu melebarkan aa coronaria dengan balon.
c. Operasi
(Santoso dan Setiawan., 2005).
- Aritmia
1. Definisi
Aritmia adalah
kelainan irama jantung di mana irama sinus menjadi lebih cepat pada waktu
inspirasi dan menjadi lebih lambat pada waktu ekspirasi. Keadaan ini menjadi
lebih nyata ketika pasien disuruh menarik nafas dalam (Trisnohadi, 2009).
2.
Etiologi
Aritmia dapat
terjadi karena hal-hal yang mempengaruhi kelompok sel-sel yang mempunyai
automatisitas dan sistem penghantarannya:
a.
Persarafan autonom
dan obat-obatan yang mempengaruhinya.
b.
Lingkungan
sekitarnya seperti beratnya iskemia, PH dan berbagai elektrolit dalam serum,
obat-obatan.
c.
Kelainan jantung
seperti fibrosis dan sikatriks, inflamasi, metabolit-metabolit dan jaringan
abnormal/degeneratif dalam jantung seperti amiloidosis, kalsifikasi dan
lain-lain.
d.
Rangsangan dari
luar jantung seperti pace maker (Rahman, 2009).
3.
Patofisiologi
Mekanisme timbulnya aritmia:
a.
Pengaruh persarafan
autonom (simpatis dan parasimpatis) yang mempengaruhi HR).
b.
Nodus SA mengalami
depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih yang lain.
c.
Fokus yang lain
lebih aktif dari nodus SA dan mengontrol irama jantung.
d.
Nodus SA membentuk
impuls, akan tetapi tidak dapat keluar (Sinus
arrest) atau mengalami hambatan dalam perjalanannya keluar nodus
SA (SA block).
e.
Terjadi hambatan
dalam impuls sesudah keluar nodus SA, misalnya di daerah atrium, berkas His,
ventrikel dan lain-lain (Rahman,
2009).
4.
Klasifikasi
a. Supraventrikular
Takikardi
Takikardi
ventrikel adalah ekstrasistol ventrikel yang timbul berturut-turut 4 kali atau
lebih (Trisnohadi, 2009). Supraventrikuler
takikardi berarti berasal dari atas ventrikel. Pada episode SVT, irama jantung
tidak diatur oleh nodus SA, pencetus impuls pada SVT berada di atas ventrikel.
Jantung kemudian berkontraksi lebih cepat dan regular. Kondisi lain yang
menyebabkan irama jantung cepat tetapi tidak teratur yang disebabkan oleh
impuls yang abnormal dari atrium disebut atrial fibrilasi (Aliance, 2006). Takikardi supraventrikel timbul dari atrium atau
sambungan atrioventrikel. Kompleks QRS normal kecuali bila terdapat pula cabang
serabut (Rubenstein, et.al., 2007).
SVT dikelompokkan
berdasar tempat sinyal elektrik dari atrium. Tipe pertama SVT adalah AVNRT / AV
Nodal Reentran Takikardia yang terjadi Karena impuls elektrik berjalan pada
lingkaran ekstra fiber pada sekeliling AV nodal. Tipe yang lain terjadi karena
konduksi elektrikal melalui ekstra fiber antara atrium dan ventrikel. Impuls
elektrik berjalan turun ke ventrikel dari nodus AV dan kembali ke atrium melalui ekstra
fiber, menghasilkan SVT yang disebut Reentran Takikardi atau AVRT (Wang and Estes, 2002).
Terapi yang digunakan
adalah:
1.
Β-blocker, biasa
digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan masalah jantung lain seperti
angina. Pada SVT digunakan terutama untunk mengurangi konduksi melalui nodus
AV, untuk menghentikan konduksi selama takikardi.
2.
CCB, juga digunakan
untuk mengobati tekanan darah tinggi da masalah jantung. Seperti Β-blocker, CCB
digunakan juga untuk menurunkan konduksi melalui nodus AV, misalnya verapamil
atau diltiazem.
3.
Agen anti aritmia, agen
ini digunakan untuk mengobati bermacam-macam aritmia dan berakibat langsung ke
jaringan atrium atau ventrikel. Berguna untuk SVT yang terjadi atrial
takikardi.
4.
Radio frequency
ablation (RFA) sudah berkembang menjadi terapi
alternative untuk mengobati beberapa pasien SVT. Pada prosedur ini kateter
khusus dimasukkan pada vena di atas lengan menuju jantung dengan fluoroskop.
Kateter tersebut digunakan untuk merekam sinyal elektrik dari dalam jantung dan
dapat mendeteksi lokasi SVT (Wang and
Estes, 2002)
b.
Ventrikel Ekstra
Sistole
Ventrikel ekstra
sistole ialah gangguan irama di mana timbul denyut jantung prematur yang
berasal dari fokus yang terletak di ventrikel. Ekstrasistol ventrikel dapat
berasal dari satu fokus atau lebih (multifokal). Ekstrasistol ventrikel
merupakan kelainan irama jantung yang paling sering ditemukan dan dapat timbul
pada jantung yang normal. Biasanya frekuensinya bertambah dengan bertambahnya
usia, terlebih bila banyak minum kopi, merokok atau emosi (Trisnohadi, 2009).
Etiologi VES ini
biasanya terjadi akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis atau
melalui mekanisme reentri. Penatalaksanaan VES ini adalah mengoreksi gangguan
elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan lipoksia. Pada pasien yang
tanpa atau tidak dicurigai mempunyai kelainan jantung organik tidak perlu diobati.
Perlu pengobatan bila terjadi iskemia miokard akut, bigemini, trigemini, atau
multifokal alvo ventrikel. Obat
yang digunakan adalah L. xilokain intravena, dengan dosis 1-2 mg/KgBB
dilanjutkan infuse 2-4 menit. Obat alternative: prokainamid, disopiramid,
amiodaron, meksiletin. Komplikasi dari VES ini dapat terjadi ventrikel
takikardi/ ventrikel fibrilasi, kematian mendadak. Prognosisnya tergantung
penyebab, beratnya gejala dan respon terapi (Rani, dkk., 2006).
c.
Atrial Fibrilasi
Pada Fibrilasi
atrial terjadi eksitasi dan rekoveri yang sangat tidak teratur dari atrium.
Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan
sama sekali tidak teratur (Trisnohadi, 2009).
Manifestasi
klinis AF dapat simptomatik, dapat juga asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat
bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakit
yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat
beraktifitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF
dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner.
Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah
jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri (Nasution dan Ranitya, 2009).
5.
Penatalaksanaan
Periksa kadar
kalium serum, ekokardiogram dan fungsi tiroid. Tujuannya adalah mengembalikan
irama sinus atau pengendalian kecepatan ventrikel untuk meminimalkan resiko
embolisasi. Kardioversi arus searah (DC cardioversion) mengembalikan irama
sinus pada 90% pasien, namun relaps sering timbul.
Terapi
medikamentosa:
Kina, flekainid, dan amiodaron
telah lama digunakan untuk mengembalikan dan mempertahankan irama sinus
(Rubenstein, et.al., 2007).
- Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolik (bagian atas)
dan angka bawah (diastolik) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer)
ataupun alat digital lainnya (Anonim, 2011).
2. Etiologi
Hipertensi merupakan
suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien
etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer).
Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok
lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus,
dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen.
Bila penyebab hipertensi sekunder dapat
diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Muchid, et.al.,
2006).
3. Klasifikasi Tekanan Darah
Tabel 1. Klasifikasi tekanan
darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan darah
|
Tek. Darah sistolik (mmHg)
|
|
Tek. Darah diastolik (mmHg)
|
Normal
|
< 120
|
Dan
|
<80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
Atau
|
80-89
|
Hipertensi stage 1
|
140-159
|
Atau
|
90-99
|
Hipertensi stage 2
|
≥160
|
atau
|
≥100
|
4. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan
merusak endothel arteri dan mempercepat
atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung,
mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko
utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack),
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial
fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular
lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat
gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien
dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Muchid, et.al., 2006).
5. Penatalaksanaan.
Prinsip penatalaksanaan:
a.
Target tekanan
darah <140/90 mmHg atau <130/80
mmHg untuk pasien dengan diabetes atau cronic kidney disease.
b.
Sebagian besar
pasien akan diberi 2 obat untuk mencapai target (JNC 7, 2003).
Alogaritme
Penatalaksanaan Hipertensi
(JNC 7, 2003)
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pada
pasien ini didiagnosa unstable angina
pectoris (UAP) / non ST elevasi miokard
infark (NSTEMI) dengan supraventrikel takikardi (SVT), ventrikel ekstrasistole
(VES), atrial fibrilasi (AF). Penegakan diagnosa
ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut ini.
Dari
hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dada
(-), pusing(-), mual(+), muntah(+), perut ampeg (+), BAB(+), BAK(+).
Dari
pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain : suara jantung irreguler.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Mei 2012:
Kolesterol 152,10 mg/dl; Glukosa 59,15 mg/dl; HDL 44,45 mg/dl; LDL 96,68 mg/dl;
Trigliserid 54,87 mg/dl; Asam urat 7,27 mg/dl. Elektrolit: Na 130, K 3,5, Cl
97. Hasil EKG 27 Mei 2012: HR;
135x/menit supraventrikel takikardi, Ischemik inferior, clockwise rotation.
Terapi
yang diberikan pada pasien berupa :
1. Infus
RL 15 tpm ditujukan untuk
menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalan
pemberian terapi obat-obat parenteral.
- Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam. Diuretik untuk menangani edema paru dan tekana tinggi ateri pulmonalis.