Jumat, 06 Juli 2012

Unstable Angina Pectoris/ Non ST Elevasi Miokard Infark, Supraventrikel Takikardi, Atrial Fibrilasi, Ventrikel Estrasistol, Hipertensi

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait (Muchid, dkk., 2006).
Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif, di samping banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia harapan hidup manusia Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi suatu penyakit yang penting; apalagi sering menyebabkan kematian mendadak (Santoso dan Setiawan, 2005).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia (Muchid, dkk., 2006).
Gangguan irama jantung (disritmia atau aritmia) tidak hanya terbatas pada denyut jantung yang tidak teratur, tetapi juga termasuk kecepatan denyut jantung yang abnormal dan gangguan konduksi.  Sinus takikardi adalah sinus yang kecepatannya lebih dari 100 kali per menit (Trisnohadi,  2009). Takikardi supraventrikel timbul dari atrium atau sambungan atrioventrikel. Kompleks QRS normal kecuali bila terdapat pula cabang serabut. Fibrilasi atrium (Atrial Fibrilation/AF) pada umumnya merupakan penyakit pada manula, mengenai 0,2% pria berusia 47-56 tahun dan 3% pria berusia 77-86 tahun (Penelitian Farmingham, 1949) (Rubenstein, et.al., 2007).













BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama                           : Tn. SSD
Umur                           : 60 tahun
Jenis Kelamin              : Laki-laki
Agama                         : Islam
Status perkawinan       : Menikah
Alamat                                    : Puthuk Duren 1/-, Alasombo, Weru,  Sukoharjo
No RM                        : 191443
Masuk Rumah Sakit    : 27 Mei 2012
Jam                              : 08:50  WIB
Tanggal pemeriksaan   : 31 Mei 2012

ANAMNESA
Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Sesak nafas.
Riwayat Penyakit Sekarang : 
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 27 Mei 2012 jam 08:50 WIB dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Pasien adalah pasien rujukan dari Puskesmas Weru, dan sudah dirawat inap 1 hari (sejak tanggal 26 Mei 2012). Nyeri dada (+),ampeg (+), berdebar-debar(+), keringat dingin(+), pusing(-), mual(+), muntah(-), perut mbeseseg (+), hal ini dirasakan setelah mencangkul di sawah. BAB(+), BAK(+).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat alergi obat/makanan disangkal


Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat Lingkungan Sosial :
- Pasien adalah seorang suami.
- Pasien sudah 1 tahun tidak bekerja.
- Pasien tinggal bersama istrinya.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis :
Keadaan umum lemas, kesadaran compos mentis.
Vital Sign        : TD = 150/100  mmHg, Suhu = 36ºC, Nadi = 110x/menit, Respirasi = 28x/menit.
Mata                            : conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif.
Leher                           : pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena jugularis tidak ada.
Thorax             : Inspeksi         à dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
                                    Palpasi à cor : iktus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)
            Perkusi            à cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra, batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra pulmo : sonor diseluruh lapang paru
                                    Auskultasi       à cor : suara jantung S1-S2 tunggal erista, kesan takikardi, pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen        : Inspeksi         à sikatrik (-), dinding perut lebih rendah dari dinding dada
                         Auskultasi      à eristaltic (+)
 Palpasi            à nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
     splenomegali (-)  turgor elastisitas kulit normal
                          Perkusi          à timpani di keempat kuadran, nyeri ketok kostovertebral (-)
Extremitas       : tidak ditemukan oedema.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

IMG00070-20120602-0903.jpgIMG00071-20120602-0904.jpg
IMG00072-20120602-0904.jpgIMG00073-20120602-0904.jpg
Gambar 1. EKG tanggal 27 Mei 2012
Hasil EKG: HR; 135x/menit Supraventrikel takikardi, ischemik inferior, Clockwise rotation.



Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Mei 2012:
Kolesterol 152,10 mg/dl; Glukosa 59,15 mg/dl; HDL 44,45 mg/dl; LDL 96,68 mg/dl; Trigliserid 54,87 mg/dl; Asam urat 7,27 mg/dl.
Elektrolit: Na 130, K 3,5, Cl 97
DIAGNOSIS
 Supraventrikel takikardi
Hipertensi stage I
Iskemik heart Disease
TERAPI
Infus RL 15 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp/8 jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 X 75 mg
Digoxin 2 x 1
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg  3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)

FOLLOW-UP
Tanggal 28 Mei 2012 – 30 Mei 2012
TD:  110/70
N: 72x/menit
Rr: 2x/menit
S: 36,30C
S/ sesek(+), nyeri dada(+),  pusing(-), mual(+),  muntah(-), perut senep(+), gelisah(+).
O/ KU: CM, lemas
     Kep: CA(-/-), SI (-/-)
     Tho: BJ 1-2 ireg, SDV (+/+)
     Abd: Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (+)
     Ext: Akral hangat, oedema (-)
Gambar 2. EKG tanggal 28 Mei 2012
Hasil EKG tanggal 28 Mei 2012: SVT, Ischemic high lateral, clockwise rotation.
A/ SVT, dd Unstable Angina Pectoris (UAP)/ Non ST Elevasi Miokard Infarc (NSTEMI), HT Stage I.
P/Rawat ICU
O2 3 lt/menit
Diet jantung
Infus RL 15 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Digoxin extra ½ Amp
Inj. Ranitidine 1 Amp/8 jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 X 75 mg
Digoxin 2 x 0,25 mg
Tanggal 31 Mei  2012
TD:  120/80
S: 360C
S/ sesek nafas berkurang, pusing(-), mual(+), muntah (-), makan(+) sedikt, lemes(+).
O/ KU: CM, lemah
     Kep: CA(-/-), SI (-/-)
     Tho: BJ 1-2 reg, SDV (+/+) Rh(+/+)
     Abd: Peristaltik (+), nyeri tekan (+)
     Ext: Akral hangat, oedema(-)
Gambar 3. EKG tanggal 31 Mei 2012
Hasil EKG tanggal 31 Mei 2012: Atrial fibrilasi rapid ventricular respon (AFRVR), Ventricle extrasistole (VES) jarang, ischemic inferior.
A/ dd UAP/NSTEMI
     SVT
     Ventricle extrasistole (VES)
HT stage I
Atrial fibrilasi rapid ventricular respon (AFRVR)
P/Diet jantung
02 3 Lt/menit
Infus RL 12 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp /24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp /8jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Inj. Fundaparin Na 0,5 mg/24 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Digoxin 2 x 0,25 mg
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
Tanggal 01 Juni  2012
TD:  110/70
S: 360C
S/ sesek nafas berkurang, batuk(+), dahak(+), pusing(-), mual(+), muntah (-), makan(+) sedikt, lemes(+).
O/ KU: CM, lemah
     Kep: CA(-/-), SI (-/-)
     Tho: BJ 1-2 reg, SDV (+/+) Rh(+/+)
     Abd: Peristaltik (+), nyeri tekan (+)
     Ext: Akral hangat, oedema(-)
Gambar 4. EKG tanggal 1 Juni 2012.
Hasil EKG tanggal 1 Juni 2012: AFRVR, VES, Ischemic inferior dan anterolateral.
A/ dd UAP/NSTEMI
SVT
     VES
 HT
     AFRVR
P/
O2 intermiten
Infus RL 12 tpm
Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam
Inj. Ranitidine 1 Amp /8jam
Inj. Antalgin 1 Amp/8 jam
Alprazolam 0,5 mg (1-0-1)
ISDN 3 X 5 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Digoxin 2 x 1
Lactulose syr 3x1 sendok makan
Amiodarone 200mg 3x ½ tab
Lisinopril 10mg (0-0-1)
Latihan duduk (Mobilisasi)

Tanggal 02 Juni  2012
S/ sesek(+), mual(+), muntah(-)
Jam 04.00 keluarga mengatakan pasien tiba-tiba sesak nafas, telp. Dokter IGD(+). Jam 04.10 Apneu. RJP(+). Pupil midriasis maksimal. Arteri karotis, nadi, TD tak teraba. Jam 04.15 pasien dinyatakan meninggal dihadapan petugas dan keluarga.



















BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

  1. Sindrom Koroner Akut
1.      Definisi
Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa rasa tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard (Rani, dkk., 2006).
2.      Etiologi
Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis yang merupakan proses multifaktor. Kelainan ini sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50 tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark miokardium maupun angina (nyeri dada) (Nawawi, et.al., 2006).
3.      Klasifikasi
a.       Unstable Angina Pectoris (UAP)
Unstable angina memiliki spektrum presentasi klinis disebut secara kolektif sebagai sindrom koroner akut, mulai dari segmen ST elevasi miokard infark (STEMI) atau non-ST-segmen elevasi miokard infark (NSTEMI). Unstable angina dianggap sindrom koroner akut dimana tidak ada pelepasan dari enzim dan biomarker nekrosis miokard (Tan, 2011).
Unstable angina pectoris disebabkam primer oleh kontraksi otot poles pembuluh koroner sehingga mengakibatkan iskemia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant (prinzmental) (Djohan, 2004).
Penatalaksanaan, pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin. Terapi medikamentosa: obat anti iskemia (Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium), obat anti agregasi trombosit (Aspirin, triklopidin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein Iib/IIIa), obat antitrombin (Unfractionated heparin, Low molecular weight heparin) (Trisnohadi, 2009).
b.      Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)
Angina pektoris tak stabil (Unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infaction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung (Harun dan Alwi, 2009).
Penatalaksanaannya dengan agen anti iskemik (β-blocker, Nitrat, Calcium chanel blocker), antiplatelet (Aspirin, clopidogrel, Glikoprotein Iib/IIIa receptor inhibitor), antikoagulan (unfractionated heparin, bivalirudin), revaskularisasi coroner (bedah arteri coroner) (Hamm, et.al., 2011).
c.       ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (Alwi, 2009).
4.      Diagnosis
a.       Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung / interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau  tidak. Nyeri divetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan lemas (Rani, et.al., 2006).
b.      Elektrokardiogram
1.      Angina pektoris tak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada  nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
2.      Non ST elevasi miokard infark: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
3.      ST elevasi miokard infark: hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T.
(Rani, et.al., 2006)
c.       Petanda Biokimia
            Menurut American Collage of Cardiology (ACC) kriteria untuk IMA ialah terdapat peningkatan nilai enzim jantung (CK-MB) atau troponin I atau Troponin T dengan gejala dan adanya perubahan EKG yang diduga iskemia. Kriteria World Health Organization (WHO) diagnosis IMA dapat ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi, yaitu riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari 30 menit), perubahan EKG, serta peningkatan aktivitas enzim jantung (Nawawi., et.al., 2006).
5.      Patofisiologi
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plakaterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak. Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis yang relative kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit. Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural (Muchid, et.al., 2006).
6.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum :
a.       Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk melakukan aktivitas.
b.      Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang.
c.       Pengendalian faktor risiko.
d.      Pencegahan sekunder.
Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pem-buluh darah lain, yang akan berlangsung terus, obat pen-cegahan diberikan untuk menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80mg.
e.       Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia yang lebih berat sampai infark miokardium. Misalnya diberi O2.
Mengatasi Iskemia
Medikamentosa:
a.    Nitrat, dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal, oral,transdermal dan ada yang di buat lepas lambat
b.      Berbagai jenis penyekat beta untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan pro-panolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol.
c.     Antagonis kalsium
Revaskularisasi:
a.     Pemakaian trombolitik
b.    Prosedur invasif non operatif, yaitu melebarkan aa coronaria dengan balon.
c.     Operasi (Santoso dan Setiawan., 2005).
  1. Aritmia
1. Definisi
Aritmia adalah kelainan irama jantung di mana irama sinus menjadi lebih cepat pada waktu inspirasi dan menjadi lebih lambat pada waktu ekspirasi. Keadaan ini menjadi lebih nyata ketika pasien disuruh menarik nafas dalam (Trisnohadi, 2009).
2.      Etiologi
Aritmia dapat terjadi karena hal-hal yang mempengaruhi kelompok sel-sel yang mempunyai automatisitas dan sistem penghantarannya:
a.    Persarafan autonom dan obat-obatan yang mempengaruhinya.
b.    Lingkungan sekitarnya seperti beratnya iskemia, PH dan berbagai elektrolit dalam serum, obat-obatan.
c.    Kelainan jantung seperti fibrosis dan sikatriks, inflamasi, metabolit-metabolit dan jaringan abnormal/degeneratif dalam jantung seperti amiloidosis, kalsifikasi dan lain-lain.
d.   Rangsangan dari luar jantung seperti pace maker (Rahman, 2009).
3.      Patofisiologi
Mekanisme timbulnya aritmia:
a.       Pengaruh persarafan autonom (simpatis dan parasimpatis) yang mempengaruhi HR).
b.      Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih yang lain.
c.       Fokus yang lain lebih aktif dari nodus SA dan mengontrol irama jantung.
d.      Nodus SA membentuk impuls, akan tetapi tidak dapat keluar (Sinus  arrest) atau mengalami hambatan dalam perjalanannya keluar nodus SA (SA block).
e.       Terjadi hambatan dalam impuls sesudah keluar nodus SA, misalnya di daerah atrium, berkas His, ventrikel dan lain-lain (Rahman, 2009).
4.      Klasifikasi
a.       Supraventrikular Takikardi
Takikardi ventrikel adalah ekstrasistol ventrikel yang timbul berturut-turut 4 kali atau lebih (Trisnohadi, 2009). Supraventrikuler takikardi berarti berasal dari atas ventrikel. Pada episode SVT, irama jantung tidak diatur oleh nodus SA, pencetus impuls pada SVT berada di atas ventrikel. Jantung kemudian berkontraksi lebih cepat dan regular. Kondisi lain yang menyebabkan irama jantung cepat tetapi tidak teratur yang disebabkan oleh impuls yang abnormal dari atrium disebut atrial fibrilasi (Aliance, 2006). Takikardi supraventrikel timbul dari atrium atau sambungan atrioventrikel. Kompleks QRS normal kecuali bila terdapat pula cabang serabut (Rubenstein, et.al., 2007).
SVT dikelompokkan berdasar tempat sinyal elektrik dari atrium. Tipe pertama SVT adalah AVNRT / AV Nodal Reentran Takikardia yang terjadi Karena impuls elektrik berjalan pada lingkaran ekstra fiber pada sekeliling AV nodal. Tipe yang lain terjadi karena konduksi elektrikal melalui ekstra fiber antara atrium dan ventrikel. Impuls elektrik berjalan turun ke ventrikel dari nodus AV dan kembali ke atrium melalui ekstra fiber, menghasilkan SVT yang disebut Reentran Takikardi atau AVRT (Wang and Estes, 2002).



Terapi yang digunakan adalah:
1.        Β-blocker, biasa digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan masalah jantung lain seperti angina. Pada SVT digunakan terutama untunk mengurangi konduksi melalui nodus AV, untuk menghentikan konduksi selama takikardi.
2.        CCB, juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi da masalah jantung. Seperti Β-blocker, CCB digunakan juga untuk menurunkan konduksi melalui nodus AV, misalnya verapamil atau diltiazem.
3.        Agen anti aritmia, agen ini digunakan untuk mengobati bermacam-macam aritmia dan berakibat langsung ke jaringan atrium atau ventrikel. Berguna untuk SVT yang terjadi atrial takikardi.
4.        Radio frequency ablation (RFA) sudah berkembang menjadi terapi alternative untuk mengobati beberapa pasien SVT. Pada prosedur ini kateter khusus dimasukkan pada vena di atas lengan menuju jantung dengan fluoroskop. Kateter tersebut digunakan untuk merekam sinyal elektrik dari dalam jantung dan dapat mendeteksi lokasi SVT (Wang and Estes, 2002)
b.      Ventrikel Ekstra Sistole
Ventrikel ekstra sistole ialah gangguan irama di mana timbul denyut jantung prematur yang berasal dari fokus yang terletak di ventrikel. Ekstrasistol ventrikel dapat berasal dari satu fokus atau lebih (multifokal). Ekstrasistol ventrikel merupakan kelainan irama jantung yang paling sering ditemukan dan dapat timbul pada jantung yang normal. Biasanya frekuensinya bertambah dengan bertambahnya usia, terlebih bila banyak minum kopi, merokok atau emosi (Trisnohadi, 2009).
Etiologi VES ini biasanya terjadi akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis atau melalui mekanisme reentri. Penatalaksanaan VES ini adalah mengoreksi gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan lipoksia. Pada pasien yang tanpa atau tidak dicurigai mempunyai kelainan jantung organik tidak perlu diobati. Perlu pengobatan bila terjadi iskemia miokard akut, bigemini, trigemini, atau multifokal alvo ventrikel. Obat yang digunakan adalah L. xilokain intravena, dengan dosis 1-2 mg/KgBB dilanjutkan infuse 2-4 menit. Obat alternative: prokainamid, disopiramid, amiodaron, meksiletin. Komplikasi dari VES ini dapat terjadi ventrikel takikardi/ ventrikel fibrilasi, kematian mendadak. Prognosisnya tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi (Rani, dkk., 2006).
c.       Atrial Fibrilasi
Pada Fibrilasi atrial terjadi eksitasi dan rekoveri yang sangat tidak teratur dari atrium. Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan sama sekali tidak teratur (Trisnohadi, 2009).
Manifestasi klinis AF dapat simptomatik, dapat juga asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakit yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktifitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (Nasution dan Ranitya, 2009).
5.      Penatalaksanaan
Periksa kadar kalium serum, ekokardiogram dan fungsi tiroid. Tujuannya adalah mengembalikan irama sinus atau pengendalian kecepatan ventrikel untuk meminimalkan resiko embolisasi. Kardioversi arus searah (DC cardioversion) mengembalikan irama sinus pada 90% pasien, namun relaps sering timbul.
Terapi medikamentosa:
Kina, flekainid, dan amiodaron telah lama digunakan untuk mengembalikan dan mempertahankan irama sinus (Rubenstein, et.al., 2007).
  1. Hipertensi
1.      Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolik (bagian atas) dan angka bawah (diastolik) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Anonim, 2011).
2.      Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Muchid, et.al., 2006).
3.      Klasifikasi Tekanan Darah
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan darah
Tek. Darah sistolik (mmHg)

Tek. Darah diastolik (mmHg)
Normal
< 120
Dan
<80
Prehipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi stage 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi stage 2
≥160
atau
≥100

4.      Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Muchid, et.al., 2006).
5.      Penatalaksanaan.
Prinsip penatalaksanaan:
a.       Target tekanan darah  <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes atau cronic kidney disease.
b.      Sebagian besar pasien akan diberi 2 obat untuk mencapai target (JNC 7, 2003).












Alogaritme Penatalaksanaan Hipertensi
 




















 







(JNC 7, 2003)
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosa unstable angina pectoris (UAP) / non ST elevasi miokard infark (NSTEMI) dengan supraventrikel takikardi (SVT), ventrikel ekstrasistole (VES), atrial fibrilasi (AF). Penegakan diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.
Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dada (-), pusing(-), mual(+), muntah(+), perut ampeg (+), BAB(+), BAK(+).
Dari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain : suara jantung irreguler.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Mei 2012: Kolesterol 152,10 mg/dl; Glukosa 59,15 mg/dl; HDL 44,45 mg/dl; LDL 96,68 mg/dl; Trigliserid 54,87 mg/dl; Asam urat 7,27 mg/dl. Elektrolit: Na 130, K 3,5, Cl 97. Hasil EKG 27 Mei 2012: HR; 135x/menit supraventrikel takikardi, Ischemik inferior, clockwise rotation.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa :
1.      Infus RL 15 tpm ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalan pemberian terapi obat-obat parenteral.
  1. Inj. Furosemide 1 Amp/24 jam. Diuretik untuk menangani edema paru dan tekana tinggi ateri pulmonalis.